Sunday 23 April 2017

DIGITAL PARENTING


Pernahkah ayah bunda memiliki keinginan untuk memelihara hewan semisal; kucing persia, ayam ketawa, ikan arwana, dsb? Apa yang pertamakali akan dilakukan? Yap! Pasti cari tau bagaimana caranya merawat dan memelihara hewan-hewan tersebut, agar terurus dengan baik dan tak mati sia-sia kan ya?
Pertanyaannya, bagaimana jika yang akan kita ‘pelihara’ adalah anak kita, buah hati tercinta? Apakah kita perlu persiapan belajar mengasuhnya juga? Bagaimana kalau tidak? Apa yang akan terjadi kira-kira? Terlebih anak-anak kita hidup di ERA DIGITAL. Era tanpa batas yang luar biasa!

Berkaca dari kasus-kasus berkaitan dengan era digital yang semakin marak terjadi; medsos yang dibanjiri sexting (perilaku seks lewat tulisan, audio ataupun visual), kasus Eno-pembunuhan cabul di Banten, kasus pemerkosaan Yuyun oleh 14 remaja, kasus pedofilia online lolly candy, dan banyak lagi. Fantastis bukan? 
Kasus-kasus tersebut di atas sebenarnya tidaklah terlalu mengejutkan. Itu adalah sebagian kecil dari kasus yang kebetulan muncul ke permukaan. Survey YKBH tahun 2016 terhadap anak kelas 4-6 SD memunculkan data 97% anak-anak SD kelas 4-6 sudah mengakses pornografi dari gadget (internet). Itu baru kasus yang bermula dari pornografi. Belum tentang penipuan, hoax, kejahatan, dsb. Separah itu? Hmm.. Bukan saatnya lagi ngomong parah atau parah banget. Sekarang, sadarlah. Bagunlah dari keterlenaan. Pikirkan apa yang harus dilakukan. Sebelum terlambat!
Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan sebagai orangtua yang mengasuh anak di era digital.
PERTAMA, sepakati dan pahami makna gadget & internet, serta aturan dalam menggunakannya. Sepakati dulu dengan diri pribadi; kapan menggunakannya, untuk apa, dimana dan bagaimana memanfaatkannya. Setelah beres dengan diri kita, barulah bantu anak kita faham bagaimana seharusnya menggunakan gadget dan internet.
Sadar atau tidak sadar sebenarnya yang membuat anak gandrung dengan gadget dan internet hampir bisa dikatakan gara-gara ulah orangtuanya. Sadarkah, apa yang kebanyakan orangtua saat ini lakukan untuk menenangkan anak (bahkan sejak bayi) agar tidak rewel? Memberi gadget? Memperlihatkan film youtube (meski kartun)? Dsb dsb. Kalau sudah sadar, minta maaf sama diri dan anak, bahwa yang kita lakukan ini sebuah kesalahan, lalu ajak anak untuk memperbaiki hidup agar lebih baik lagi terutama dalam hal bergadget.
Salah satu hal yang harus dipahami para orangtua adalah, NO GADGET di bawah 3 tahun. Jadi, jangan berikan gadget untuk anak di bawah usia tersebut. Untuk usia 3-5 tahun boleh diberikan gadget dengan durasi 10 menit saja. Untuk usia 5-7 tahun 20 menit, usia 7-9 tahun 30 menit, usia 9-12 tahun 1 jam, usia 12-15 tahun 2 jam, selebihnya tergantung kebutuhan. Kenapa begitu? Ingat dampak paparan sinar biru terhadap mata dan tubuh! Selain itu, banyak aspek perkembangan lain yang harus diperkembangkan dan tidak selalu menggunakan gadget.
KEDUA, bangun komunikasi dan kedekaatan bersama anak kita. Hasil riset baik yang melalui pendekatan sosial maupun pendekatan neurobiologis menunjukkan bahwa, masalah kecanduan gadget pada anak terlebih pada media sosial (media bertukar informasi apapun) bermula dari attachment (kelekatan) yang kurang atau bahkan buruk pada saat periode kelekatan di usia 3 tahun pertama.  
O ya. Satu hal lagi. Dopamin (neurotransmitter bahagia yang dikeluarkan di otak) terbentuk saat anak berusia 0-1,5 tahun. Ini penting sekali agar anak ajeg dengan dirinya. Dopamin di usia ini akan berpengaruh terhadap kualitas seorang anak dalam mengatasi tantangan permasalahan yang dihadapinya (coping behavior). Masalahnya, dopamin tidak terbentuk jika anak pada usia tersebut tidak merasa BAHAGIA, khususnya bersama significant other’s-nya (orangtua). Apa akibatnya jika tak terbentuk? Kita akan melihat anak-anak kita berkembang dengan emosi yang tidak ajeg, dan dikemudian hari anak cenderung murung, depresi, pada akhirnya berusaha mencari pemenuhan kebahagiaan dari tempat lain! Gadget? Yap! Inilah salah satu cikal bakal anak kecanduan gadget. Jadi, intinya hubungan baik penting di usia tersebut. Kalaupun sudah terlanjur, lakukanlah saat ini.
KETIGA, setelah hubungan terjalin baik dengan anak, barulah kita lakukan edukasi tentang penggunaan gadget dan internet. Semua butuh edukasi. Tapi jangan lakukan edukasi kalau hubungan kita tidak baik. Percayalah, peluang gagalnya lebih besar daripada pahamnya.
Edukasi seperti apa yang dibutuhkan? Pahamkan anak-anak kita bahwa selama kita hidup di dunia, entah itu di dunia nyata ataupun dunia digital, norma dan tatakrama tetaplah sama. Jika di dunia nyata bertemu harus memberi salam, lakukan juga di dunia digital. Jika di dunia nyata orang akan sakit hati jika di hina dan di bohongi, sama juga halnya di dunia digital. Jadi prinsipnya, norma di dunia nyata sama dengan di dunia digital.
Pahamkan juga anak kita; kapan harus bermain-kapan harus stop berikut alasannya, mengajarkan berpikir sebelum memposting sesuatu, kapan harus meng-klik atau menutup suatu aplikasi, bijak saat berselancar di internet, menyaring informasi yang akan di sharing (pantaskah?), dan melaporkan atau mem-block saat ada pengguna lain yang membuat ‘kekacauan’ semisal memposting gambar porno, hoax, dan sebagainya. Pahamkan juga tentang dampaknya jika kita tidak bijak menggunakan gadget dan internet. Tidak main-main dampaknya, KERUSAKAN OTAK!!
Di samping itu, anak-anak kita juga harus diajarkan tentang segala hal baik yang bisa dilakukan dengan gadget dan internet. Misalnya, mencari uang (monetize), membuat jaringan, membentuk opini publik secara massive, bekerja (rapat) melalui jaringan internet, dan banyak hal lain lagi yang bisa dimanfaatkan. 
Intinya, EDUKASI diharapkan membuat anak faham dan timbul kesadaran untuk menggunakan gadget dan internet secara baik.
KEEMPAT, buatlah aturan penggunaan gadget bersama dengan anak, lalu sepakati aturan tersebut. Edukasi penting, tapi aturan main tidak kalah penting. Aturan bertujuan agar anak mengerti petunjuk dan peraturannya, faham bagaimana melakukan hal yang benar, dan mampu menggunakan kontrol/kendali dari dalam diri anak.
O ya, setelah edukasi dan aturan, jangan lupa untuk melakukan kontrol secara berkala. Manfaatkan  aplikasi parental kontrol baik di google.com (google save search), youtube (aktifkan mode terbatas di setting), bahkan di playstore (bagi yang menggunakan android) pun bisa mengaktifkan parental control pada bagian user control di setting. Jika diperlukan, gunakan aplikasi parental control KAKATU (untuk android).
Jika terlanjur? Diskusikan dengan pasangan mengenai persoalan ini dan tindakan seperti apa yang akan dilakukan. Jika dibutuhkan, konsultasikan kepada psikolog yang ayah bunda percayai mengenai tindakan atau bahkan terapi untuk permasalahan yang dialami. Yayasan Kita dan Buah Hati juga turut memberikan layanan tentang permasalahan ini.
Baiklah ayah bunda, Itu dulu untuk sharing tentang DIGITAL PARENTING..
Terima kasih buat teman-teman di YKBH yang sudah sangat mensupport saya untuk program ini, buat TELKOMSEL dengan program Internet baiknya, juga buat Ibu Sri #CVAsriMandiriSakti yang sudah support wardrobe-nya.
Selamat menjadi orangtua di era digital…!
Hilman Al Madani

Psikolog Yayasan Kita & Buah Hati

0 komentar: